Beranda | Artikel
Keindahan Doa Sang Imam Mujaddid
Minggu, 13 April 2014

210

Kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Risalah al-Qawa’id al-Arba’ -empat kaidah utama- adalah sebuah risalah dakwah yang sangat agung, risalah yang ditulis oleh seorang ulama besar di masanya, Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta’ala.

Diantara keistimewaan karya-karya beliau adalah seringnya beliau menyertakan doa kepada Allah untuk kebaikan orang-orang yang membaca risalahnya. Tentu ini adalah sebuah keistimewaan dan keutamaan pada diri beliau dan dakwahnya.

Barangkali berbeda dengan keadaan sebagian da’i atau juru dakwah di masa kini, yang banyak menulis atau berceramah namun sangat jarang mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang dia dakwahi. Seolah-olah dia menyandarkan keberhasilan dakwahnya kepada kerja keras dan usahanya, bukan kepada Allah Yang Maha Kuasa, padahal hati anak adam semuanya berada di antara jari-jemari-Nya; dimana Allah akan membolak-balikkan hati mereka bagaimana pun yang dikehendaki-Nya.

Inilah doa yang beliau torehkan di bagian awal risalahnya tersebut, “Aku memohon kepada Allah yang maha mulia, Rabb pemilik ‘arsy yang agung, semoga Allah menjadi pelindung bagimu di dunia dan di akhirat. Dan semoga Allah menjadikan engkau diberkahi dimana pun kamu berada. Semoga Allah menjadikanmu sebagai orang yang bersyukur apabila diberi nikmat, bersabar apabila diberikan cobaan, dan beristighfar apabila melakukan dosa. Karena sesungguhnya ketiga hal ini adalah pertanda kebahagiaan.” (lihat Syarh al-Qawa’id al-Arba’ oleh Ibnu Baz, hal. 8)

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menjelaskan, “Penulis –rahimahullah– menggabungkan di dalam risalah ini antara memberikan faidah dan mendoakan kebaikan bagi penimba ilmu. Hal ini termasuk salah satu bentuk nasihat/menginginkan kebaikan bagi sesama…” (lihat Syarh al-Qawa’id al-Arba’ oleh beliau, hal. 8)

Apa yang dilakukan oleh beliau itu merupakan cerminan dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian hingga dia mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai kebaikan itu bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu)

Demikian juga, hal ini merupakan bagian dari penerapan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Agama ini adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa saja wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan orang-orang umum/rakyat diantara mereka.” (HR. Muslim dari Tamim bin Aus ad-Dari radhiyallahu’anhu)

Doa yang beliau panjatkan mencerminkan keinginan baik beliau kepada seluruh pembaca. Beliau menginginkan agar mereka mendapatkan perlindungan dari Allah di dunia dan di akhirat. Beliau menginginkan agar mereka mendatangkan banyak kebaikan bagi dirinya sendiri dan orang lain dimana pun mereka berada. Beliau menginginkan agar mereka menjadi orang yang pandai bersyukur, sabar ketika menghadapi musibah, dan senantiasa bertaubat dan beristighfar atas dosa yang telah dilakukan.

Doa serupa juga telah diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam bagian awal kitab beliau al-Wabil ash-Shayyib. Beliau berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala tempat memohon dan berharap demi terkabulnya doa; semoga Allah melindungi anda di dunia dan di akhirat, dan semoga Allah curahkan kepada anda nikmat-nikmat-Nya yang lahir maupun yang batin. Dan semoga Allah menjadikan anda, termasuk orang-orang yang apabila diberikan nikmat oleh Allah kemudian bersyukur, apabila diberi cobaan maka bersabar, dan apabila berbuat dosa maka beristighfar. Karena sesungguhnya ketiga perkara ini adalah simbol kebahagiaan hamba dan tanda keberuntungan dirinya di dunia dan di akhirat…” (lihat al-Wabil ash-Shayyib, hal. 5)

Demikianlah keadaan umat manusia. Mereka hidup di dunia dan akan berpindah menuju akhirat. Sementara mereka selalu membutuhkan pertolongan dan perlindungan dari Allah dari segala keburukan. Mereka sangat butuh terhadap bimbingan Allah agar bisa meraih kebaikan dan mengelak dari kejahatan. Mereka butuh kepada Allah untuk melimpahkan kebaikan-kebaikan ke dalam kehidupannya, dimana pun mereka berada.

Mereka butuh kepada Allah untuk bisa mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Oleh sebab itu diantara doa yang diajarkan kepada kita adalah ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik‘ artinya, “Ya Allah, bantulah aku dalam berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.” Hal ini jelas menunjukkan kepada kita betapa fakirnya kita di hadapan Allah; karena untuk bersyukur saja kita butuh kepada pertolongan dan bantuan dari-Nya. Demikian pula untuk berdzikir dan beribadah, itu semua membutuhkan pertolongan Allah…

Oleh sebab itu, setiap hari kita mengikrarkan di dalam sholat kita, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in‘ artinya, “Hanya kepada-Mu, kami beribadah. Dan hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan.” Para ulama kita menjelaskan, bahwa maksud ayat ini adalah tidak boleh beribadah kecuali kepada Allah, dan tidaklah menjadi tujuan tawakal kecuali kepada-Nya semata. Oleh sebab itu kedua perkara ini -ibadah dan tawakal- sering disebutkan secara beriringan di dalam al-Qur’an. Hal ini menunjukkan pula, bahwa tidak mungkin seorang bisa beribadah kepada Allah tanpa pertolongan dari-Nya.

Demikianlah keadaan salafus shalih, mereka menyadari bahwa kebaikan bukan di tangan mereka, akan tetapi di tangan Allah. Hidayah, ketaatan, amal salih, kesabaran, kesitiqomahan, keikhlasan, semuanya hanya bisa terwujud berkat taufik dan pertolongan Allah semata, bukan hasil jerih payah atau kerja keras hamba semata.

Mutharrif bin Abdillah bin asy-Syikhkhir rahimahullah berkata, “Seandainya kebaikan ada di telapak tangan salah seorang dari kita. Niscaya dia tidak akan sanggup menuangkan kebaikan itu ke dalam hatinya kecuali apabila Allah ‘azza wa jalla yang menuangkannya ke dalam hatinya.” (lihat Aqwal Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman [1/131])

Oleh sebab itulah, kita senantiasa butuh kepada Allah, agar Allah berikan kepada kita kekuatan dan kehendak untuk terus bersyukur, untuk bersabar menghadapi cobaan demi cobaan, dan agar bisa selalu memohon ampunan tatkala melakukan dosa dan kemaksiatan. Hanya Allah lah yang menjadi tumpuan harapan.

Demikian sekilas faidah yang bisa kami sampaikan di sini, tentu saja semua ini dengan taufik dari Allah semata. Semoga bermanfaat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

[al-mubarok.com]

:: Ingin Belajar Bahasa Arab dan Tauhid Dari Jarak Jauh?

:: Ingin Belajar Baca Kitab Dari Nol?


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/keindahan-doa-sang-imam-mujaddid/